Thursday, March 14, 2013

Asbabu an-Nuzul ayat-ayat Al-Qur’an


Asbabu an-Nuzul ayat-ayat Al-Qur’an
adib susilo

Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang berisi kisah-kisah tentang nabi-nabi sebelum rasulullah, dan ada pula ayat-ayat yang berisi kejadian pada masa rasul, serta ketentuan hukum dari suatu hal. Pada makalah ini akan dibahas apa itu asbab an-Nuzul ayat al-Qur’an? Bagaimana redaksinya? Macam-macam riwayat tentang asbab an-Nuzul serta beberapa kaidah yang berhubungan dengan asbab an-Nuzul.
Pengertian
Untuk membahas lebih lanjut tentang asbab an-Nuzul al-Qur’an maka harus kita ketahui bersama pengertian asbab an-Nuzul. Secara bahasa asbab an-Nuzul terdiri dari dua kalimat yaitu asbab (أسباب) dan nuzul (نزول). Untuk itu perlu diketahui makna masing-masing dari kalimat tersebut secara bahasa kemudian makna asbab an-Nuzul secara istilah.
Asbab (أسباب) adalah jamak dari sabab (سبب), yang artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan yang lainnya. Sedangkan nuzul (نزول) artinya turun dari atas atau turun dari tempat yang tinggi.[1] Sedangkan menurut istilah asbab an-Nuzul (أسباب النزول) semua perkataan ataupun perbuatan yang karenanya al-Qur’an turun ketika kejadian itu terjadi.[2] Sedangkan menurut Jalaluddin al-Suyuti yang dituliskan ataupun diintisarikan dalam asbab an-Nuzul adalah ayat-ayat yang diturunkan ketika terjadi suatu kejadian.[3]
Menurut zarqani asbab an-Nuzul ayat-ayat yang turun kejadian dari suatu perkara ataupun penjelasan hukum ketika terjadi suatu perkara.[4] Menurut Hasan Abbas, ayat-ayat yang turun pada waktu terjadi sesuatu untuk menjelaskan kejadian tersebut ataupun penjelasan hukum atas peristiwa tersebut.[5] Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, apa-apa yang diturunkan dari ayat-ayat al-Qur’an ketika terjadi suatu peristiwa atau ketika nabi ditanya tentang suatu hal.[6]

Redaksi dalam sabab an-Nuzul
Sebab turunnya suatu ayat memiliki redaksi yang khas, redaksi itu dapat dibagi menjadi dua yaitu redaksi yang jelas dan redaksi yang tidak jelas. Redaksi yang jelas seperti redaksi dalam teks al-Qur’an karena sebab terjadinya suatu peristiwa dan bukan yang lainnya. Seperti “sebab turunnya ayat ini seperti ini”. Dan dapat pula penyebutan redaksi tersebut tidak langsung seperti itu, akan tetapi dengan huruf fa dakhiliyah yang maksudnya adalah maka seperti “ Rasul ditanya tentang suatu hal maka diwahyukanlah kepadanya ayat atau maka diturunkanlah kepadanya ayat ini”.[7]
Dari penjelasan redaksi yang jelas dalam sabab an-Nuzul dapat kita bagi dua macam redaksi yang jelas dalam sabab an-Nuzul yaitu “sebab turunnya ayat ini” dan “terjadi suatu peristiwa maka turunlah ayat seperti ini atau maka diturunkanlah ayat ini”.[8]
Menurut mazini redaksi yang pertama yaitu “sebab turunnya ayat ini seperti ini”. Belum pernah digunakan dan belum ada riwayat penggunaan redaksi ini. Sedangkan redaksi yang kedua yaitu “terjadi suatu peristiwa maka turunlah ayat seperti ini atau maka diturunkanlah ayat ini”, merupakan redaksi yang paling sering digunakan.[9]
Redaksi yang kedua adalah redaksi yang tidak jelas yaitu redaksi yang tidak langsung menggunakan lafadz sebab dan tidak pula mengguanakan kalimat “maka”, tidak pula jawaban dari pertanyaan kepada rasul. Akan tetapi bentuk redaksi tersebut “ayat ini turun pada kejadian ini” redaksi sebab turun ayat seperti ini merupakan sebab itu sendiri saja dan merupakan penafsiran makna akan ayat tersebut.[10]
Dan cara untuk mengetahuinya hanya dengan indikator-indikator, karena terkadang dapat menjadi tafsir jika disebutkan didalamnya makna yang tertuju pada ayat tersebut, namun terkadang menjadi sebab turunnya ayat itu. Jika dalam redaksi tersebut disebutkan seseorang atau kejadian tertentu[11] atau penejelasan hukum dari satu ayat tertentu.[12]
Dan hanya indikator-indikator yang dapat menjelaskan mana diantara keduanya yang tafsir atau yang sebab turunnya ayat.[13]
contoh redaksi yang jelas seperti pada sebab diturunkannya ayat tentang tayammum; diriwayatkan oleh bukhari bahwasanya ketika rasul bangun pada subuh hari, dan beliau tidak menemukan air untuk berwudhu maka turunlah ayat tentang tayammum.
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#r㍣g©Û$$sù 4 bÎ)ur NçGYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!%y` Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãMçGó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y6ÍhŠsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNà6Ïdqã_âqÎ/ Nä3ƒÏ÷ƒr&ur çm÷YÏiB 4 $tB ߃̍ムª!$# Ÿ@yèôfuŠÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym `Å3»s9ur ߃̍ムöNä.tÎdgsÜãŠÏ9 §NÏGãŠÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR öNä3øn=tæ öNà6¯=yès9 šcrãä3ô±n@ ÇÏÈ  


Riwayat dalam asbab an-Nuzul
Riwayat dalam asbab an-Nuzul merupakan inti pembahasan dalam sebab-sebab turunnya suatu ayat. Dan merupakan perkara yang paling besar serta bahaya akan salah pemahaman ayat paling banyak. Dan jika benar faidahnya paling mulia. Oleh karena itu riwayat merupakan pembahasan inti dari asbab an-Nuzul.[14]
Riwayat dalam asbab an-Nuzul ada tiga yaitu:
1.                  Jika ada dua sebab turunnya suatu ayat, dan salah satu riwayatnya lebih benar dari yang lainnya, maka yang paling benar diambil untuk dijadikan sebab turunnya ayat tersebut.[15]
2.                  Jika ada dua sebab turunnya ayat dan keduanya sama benar dalam riwayat akan tetapi salah satunya lebih jelas dalam penyebutan sebab turunnya suatu ayat maka yang lebih jelas sebab turunnya ayat diambil.[16]
3.                  Jika ada ayat yang sebab turunnya sama dan keduanya sama benar dalam periwayatan dan sebab turunnya jelas serta belum ada yang unggul antara keduanya, maka penelitian ini menjadi multiplasi dan pengulangan sebab turunnya ayat.[17]
Lafadz yang umum dan sebab yang khusus dalam asbab an-Nuzul
Pembahasan yang umum dan sebab yang khusus berdasarakan dan berasaskan dari pembahasan ushuly yang efektif dan penting dalam metode pengambilan hukum syar’iah. Dan melihat hubungannya yang dengan teks-teks syar’iah secara umum, maka menjadi sebuah keharusan pemabahasan ini terikat dengan sebab turunnya al-Qur’an dengan sisi khususnya. Dan menjadi pembahasan utama dalam tema ini.[18]
lafadz ‘aam (عام) adalah istilah yang dimasukan kedalam satu situasi untuk banyak hal yang tidak terbatas dan terikat kepada apa yang baik untuk hal itu.[19] Seperti kalimat muhsinin (محسنين)
(#qà)ÏÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# Ÿwur (#qà)ù=è? ö/ä3ƒÏ÷ƒr'Î/ n<Î) Ïps3è=ök­J9$# ¡ (#þqãZÅ¡ômr&ur ¡ ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÒÎÈ  
sebab-sebab yang khusus maksudnya adalah sebab yang tertuju kepada khitab atau sebab datangnya ayat tersebut.[20]
ada beberapa perbedaan pendapat ahli ushul tentang lafadz yang umum dan sebab yang khusus, yaitu apakah pelajaran dapat diambil dari lafadz yang umum atau dari sebab yang khusus? menurut Jalaludin al-Suyuti pelajaran dari suatu ayat dapat diambil dari lafadz yang umum.[21] menurut Ibn Hajar al-Asqalani sebagaimana pendapat jumhur ulama bahwa pelajaran dari suatu ayat diambil dari lafadz yang umum dan bukan dari sebab khususnya.[22]
alasan mereka:
1.                  Para sahabat dan yang lainnya berpendapat tentang kejadian-kejadian dengan ayat-ayat yang umum yang turun dengan sebab tertentu secara bersamaan antara keduanya.[23]
2.                  al-Qur’an itu sendiri merupakan bukti, dan argument, bukan pertanyaan atau mengapa, oleh karena itu Allah telah memodifikasi dengan jawaban untuk pertanyaan yang ada, agar menjadi hikmah yang diketahui oleh Allah, dan peringatan bagi si penanya, bahwa dia harus memperhatikan dari apa-apa yang telah dijawab atas pertanyaannya, bukan dengan pertanyaan yang ia berikan dan lafadz syaari’ atau al-Qur’an itu sendiri merupakan bukti.[24]
3.                  Bahwa dalam bahasa aslinya adalah untuk mendapatkan makna asli dari kata-kata secara langsung, yang belum ada asumsi akan bukti dari kehendak asli makna tersebut. Realitas istilah secara umum dan langsung diarahkan ke setiap yang percaya kepadanya. Maka kekhususannya terhadap seseorang membutuhkan praduga atas bukti yang mencakup setiap orang yang dituju. Dan tidak ada asumsi yang dapat dianggap sesuai. Karena alasan atau sebab yang khusus tidak menghalangi cakupan kata.[25]
Dari penjelas diatas dapat kita ambil kaidah dalam kata yang umum dan sebab yang khusus:
1.                  Pelajaran dari ayat dapat diambil dari lafadz yang umum dan bukan dari sebab yang khusus
2.                  Pelajaran dari ayat dapat diambil dari sebab yang khusus dan bukan dari lafadz yang umum
Yang pertama pelajaran dengan lafadz yang umum dan bukan sebab yang khusus. Tidaklah jatuh lafadz yang umum karena sebab yang turun atasnya, dan ini merupakan pendapat sebagian besar ulama.[26] Bukti akan hal itu menurut para ulama tersebut adalah:
1.                  Bahwa lafadz yang datang atas sebab yang khusus, jika dikupas dengan sebab akan menjadi umum, karena indikasi keumuman bebentuk verbal bukan ketiadaan sebab.[27]
2.                  Bahwa argument dalam lafadz syaari’ bukan pada sebabnya, bahkan kalimat perintah sekalipun harus menjaga lafadz secara umum, khususnya jika munculnya dimulai bukan karena sebab terjadi sesuatu.[28]
3.                  Jika munculnya lafadz secara umum atas sebab yang khusus jatuhlah sifat umumnya, adanya sebab merupakan penghalang atas sifat umum tersebut.[29]
4.                  Lafadz umum yang muncul karena sebab yang khusus, karena sebabnya yang khusus itu yang muncul pada tempat dan waktu tertentu tidak terbatasi dari keduanya.[30]
5.                  Bahwa pengkhususan lafadz yang umum yang muncul karena sebab yang khusus menghilangkan tambahan atas kalimat yang dibicarakan.[31]
kaidah yang kedua menyebabkan jatuhnya keumuman lafadz atas sebab munculnya ayat.[32] Dan bukti dari kaidah ini:
1.                  Maksud dari lafadz ini adalah penjelasan tentag hukum sebabnya saja.[33]
2.                  Jika lafadznya umum yang muncul karena sebab khusus tertuju dari lafadz tersebut majaz umum yang dikhususkan sebabnya dan keluarnya dari umum dengan ijtihad.[34]
3.                  Jika bukan pengkhususan hukum karena sebabnya, maka periwayat akan mengutip sebabnya.[35]
4.                  Bahwa kalimat umum yang muncul karena sebab yang khusus, merupakan jawaban atasnya, dan jawaban asli dari soal harus sesuai dengan pertanyaannya.[36]


[1] Sulaiman al_Maziniy, al-Muharar fi asbab an-Nuzul al-Qur’an, Daar Ibn Jawzi, Kairo cetakan II, Hal.103
[2] Ibid, Hal.105
[3] Jalaludin al-Suyuti, al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an, Daar at-Turats, Kairo 1967, Hal.82
[4] Sulaiman al_Maziniy, al-Muharar fi asbab an-Nuzul al-Qur’an, Daar Ibn Jawzi, Kairo cetakan II, Hal.104
[5] Hasan Abbas, Itqan al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, Daar al-Nafaes, Ardan cetakan II 2010, Hal.310
[6] Ibn Hajar al-Asqalani, al-‘Ujab fi Bayan al-Asbab, Daar Ibn Hazm, Beirut cetakan I 2002, Hal.15
[7] Sulaiman al_Maziniy, al-Muharar fi asbab an-Nuzul al-Qur’an, Daar Ibn Jawzi, Kairo cetakan II, Hal.114
[8] Ibid, Hal.115
[9] Ibid
[10]Ibid, Hal.117
[11] Ibn Hajar al-Asqalani, al-‘Ujab fi Bayan al-Asbab, Daar Ibn Hazm, Beirut cetakan I 2002, Hal.23
[12] Sulaiman al_Maziniy, al-Muharar fi asbab an-Nuzul al-Qur’an, Daar Ibn Jawzi, Kairo cetakan II, Hal.117
[13] Ibid
[14] Hasan Abbas, Itqan al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, Daar al-Nafaes, Ardan cetakan II 2010, Hal.339
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Sulaiman al_Maziniy, al-Muharar fi asbab an-Nuzul al-Qur’an, Daar Ibn Jawzi, Kairo cetakan II, Hal.117
[19] Ibid
[20] Ibid, Hal.129
[21] Ibn Hajar al-Asqalani, al-‘Ujab fi Bayan al-Asbab, Daar Ibn Hazm, Beirut cetakan I 2002, Hal.30
[22] Jalaludin al-Suyuti, al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an, Daar at-Turats, Kairo 1967, Hal.85
[23] Ibn Hajar al-Asqalani, al-‘Ujab fi Bayan al-Asbab, Daar Ibn Hazm, Beirut cetakan I 2002, Hal.30
[24] Ibid
[25] Ibid, Hal.31
[26] Sulaiman al_Maziniy, al-Muharar fi asbab an-Nuzul al-Qur’an, Daar Ibn Jawzi, Kairo cetakan II, Hal.133
[27] Ibid
[28] Ibid
[29] Ibid
[30] Ibid, Hal.134 Ibid
[31] Ibid
[32] Ibid
[33] Ibid
[34] Ibid
[35] Ibid, Hal.35
[36] Ibid

0 comments: