Lafadz-lafadz yang tidak jelas dalam al-Qur’an dan sunnah
Adib Susilo
al-Qur’an
dan sunnah nabi memiliki bentuk kalimat yang khas dalam bahasa arab. Maka tidak
ada jalan lain untuk mengetahui makna dari kalimat-kalimat tersebut dan
mengambil atau menentukan hukum syari’ah dari bentuk kalimat-kalimat tersebut,
kecuali dengan cara mengetahui penggunaan dari kalimat tersebut, dan mengetahui
maksud-maksud yang berbeda dari kalimat tersebut. serta mengetahui mufrad dan
murakab dari kalimat tersebut. Oleh karena merupakan sebuah keharusan bagi para
peneliti al-Qur’an maupun sunnah rasul, untuk dapat mencari letak lafadz-lafadz
bahasa pada maknanya.
lafadz
dibagi menjadi 5
1.
Lafadz
menurut penempatan artinya: Kihas, ‘Aam, Musytarak, dan Jam’u
Munkar.
2.
Lafadz
menurut jelasnya makna: Dhahir, Nash, Mufassar, dan Muhkam.
3.
Lafadz
menurut tidak jelasnya makna: Khafi, Musykil, Mujmal, dan Mutasyabih.
4.
Lafadz
menurut kegunaannya: Hakikat, Majaz, Sharih, dan Kinayah.
5.
Lafadz
berdasarkan dalalahnya: Dalalah dengan Ibarahnya, Dalalah dengan Isyaratnya,
Dalalah dengan Nashnya, dan dalalah dengan Iqtidhanya.
dalam
makalah singkat ini akan dibahas pembagian lafadz atau istilah menurut tidak
jelasnya makna dari suatu kalimat.
Khafi
Khafi artinya secara bahasa adalah lawan dari dhahir. Sedangkan secara
istilah khafi berarti lafadz yang memiliki arti yang jelas secara
eksplisit akan tetapi dari cakupan makna memerlukan penjelasan lebih lanjut,
dan jika diaplikasikan kepada suatu kasus tertentu mejadi tidak jelas. Sehingga
ia memiliki makna yang tersembunyi dalam suatu kalimat. seperti pencuri dalam
surat al-Maidah ayat 28
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtÏ÷r& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îÍtã ÒOÅ3ym ÇÌÑÈ
dalam
hal ini makna السارقة atau pencuri memiliki pengertian orang yang
mengambil harta atau barang milik orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi dari
tempat yang seharusnya seperti didalam rumah, dan lain sebagainya. atau ketika
si empunya barang sedang tidur ataupun ketika tidak ada dirumahnya. dan yang
menjadi masalah adalah jika mencuri dengan cara terang-terangan seperti
mencopet (الطرار) atau pencuri kain kafan yang tidak ada
pemiliknya (النباش) apakah itu ternasuk ketegori pencuri atau tidak dan apakah
tangannya dipotong atau tidak? menurut Abu Hanifah hal itu tidak termasuk
kedalam pencurian dan tidak dipotong tangannya. Sedangkan menurut Imam Syafi’I
hal tersebut termasuk kedalam pencurian dan dipotong tangannya.
Musykil
musykil
adalah lafadz yang tidak diketahui makasudnya dari lafadz itu sendiri karena
terdapat makna ganda dalam kalimat tersebut sedangkan kesamaran makna khafi lebih pada
cakupan makna lafadz ketika penerapannya pada kasus per kasus. seperti firman
Allah
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ÌÏe±o0ur úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ
kalimat 4¯Tr& memiliki banyak makna bisa menjadi dimana, dari mana, ataupun
bagaimana. Menurut Kamaluddin Imam dalam bukunya Ushul Fiqh Islam makna dari 4¯Tr& disini adalah bagaimana, karena ada ^öym yaitu ladang kata ladang
adalah tempat yang baik untuk menanamkan benih dalam hal ini adalah tempat
untuk memperoleh keturunan. Jadi dalam hubungan pasutri dibolehkan melakukan
hubungan intim bagaimanapun caranya asalkan pada tempat untuk memperoleh
keturunan tersebut.
Contoh
lain adalah pada surat albaqarah ayat 228 tentang قُرُوَءٍ
apakah maknanya suci atau haidh karena قُرُوَءٍ bisa berarti suci bisa pula berarti haidh.
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur ÆóÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4 wur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3t $tB t,n=y{ ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 £`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjtÎ/ Îû y7Ï9ºs ÷bÎ) (#ÿrß#ur& $[s»n=ô¹Î) 4 £`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`Íkön=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`Íkön=tã ×py_uy 3 ª!$#ur îÍtã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ
menurut hanafiyah قُرُوَءٍ adalah haidh
pernyataan ini didukung oleh dalil pada ayat yang sama
wur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3t $tB t,n=y{ ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör&
pengertian apa yang Allah ciptakan
didalam rahim adalah haidh dan bukan suci menurut pendapat hanafiyah.
sedangkan
menurut syafi’iyah makna قُرُوَءٍ adalah suci dan pendapat ini juga memiliki dalil pendukung
yaitu surat at-Thalaq ayat 1
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# #sÎ) ÞOçFø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# £`èdqà)Ïk=sÜsù ÆÍkÌE£ÏèÏ9 (#qÝÁômr&ur no£Ïèø9$# ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNà6/u ( w Æèdqã_ÌøéB .`ÏB £`ÎgÏ?qãç/ wur Æô_ãøs HwÎ) br& tûüÏ?ù't 7pt±Ås»xÿÎ/ 7puZÉit7B 4 y7ù=Ï?ur ßrßãn «!$# 4 `tBur £yètGt yrßãn «!$# ôs)sù zNn=sß ¼çm|¡øÿtR 4 w Íôs? ¨@yès9 ©!$# ß^Ïøtä y÷èt/ y7Ï9ºs #\øBr& ÇÊÈ
makna iddah disini adalah suci maka
dari itu masa iddah dihitung dari masa suci seorang wanita, menurut pendapat
syafi’iyah.
Mujmal
Mujmal
adalah kebalikan dari Mufassar kalimat Mujmal tidak
bisa diketahui maknanya atau maksud tujuan dari maknanya kecuali dengan
penjelasan secara global terhadap makna tersebut, karena ada makna yang
tersamarkan dari kalimat tersebut. Jadi kalimat yang Mujmal harus ada
penjelasan dari Syari’ yakni Allah dan Rasulnya, dan penjelasan itu ada
didalam al-Qur’an dan sunnah. Dan penjelasan Mujmal tidak bisa dilakukan
dengan akal, akan tetapi harus naql. kalimat mujmal ini jika
belum ada penjelasan dari Syari’ maka menjadi Musykil namun jika
sudah ada penjelasan dari syari’ maka kalimat Mujmal itu menjadi Mufassar.
makna
Mujmal dari kata muncul karena beberapa sebab diantaranya adalah:
1.
Transformasi
makna dari makna secara bahasa menjadi makna secara syari’ah seperti shalat.
Shalat pada awalnya merupakan lafadz yang mujmal namun Syari’
dalam hal ini rasul menjelaskan shalat dengan haditsnya “shalatlah sebagaimana
kalian melihat aku shalat”.
2.
Lafadz
yang memiliki makna ganda dan maksud tujuan dari lafadz itu satu seperti lafadz
isytirak yang belum ada indikatornya dari setiap maknanya.
3.
lafadz-lafadz
yang gharib atau aneh karena tidak popular digunakan maka menjadi Mujmal.
Seperti kata هلوعا dalam surat al-Ma’arij
* ¨bÎ) z`»|¡SM}$# t,Î=äz %·æqè=yd ÇÊÒÈ #sÎ) çm¡¡tB ¤³9$# $Yãrây_ ÇËÉÈ #sÎ)ur çm¡¡tB çösø:$# $¸ãqãZtB ÇËÊÈ
kata هلوعا
disini tidak popular digunakan sehingga menjadi mujmal akan tetapi pada ayat
selanjutnya Allah menjelaskan makna kata هلوعا tersebut. Penjelasan Allah dari kata هلوعا ini
menyebabkan Mujmal dari kata هلوعا hilang.
Mutasyabih
Menurut
istilah Mutasyabih adalah setiap lafadz yang tidak diketahui maknanya
dan maksudnya hingga hari kiamat, dan hanya Allah sendiri yang tau apa makna
dari lafadz tersebut. Mutasyabih dibagi menjadi dua:
1.
Mutasyabih dalam lafadz yaitu lafadz yang tidak diketahui atau tidak
dimengerti satu maknapun darinya seperti potongan kata yang ada pada awal
surat; طه، يس, dan lain sebagainya.
2.
Mutasyabih
yang memiliki makna, yaitu lafadz yang memiliki makna sendiri dan dapat
dimengerti akan tetapi signifikansi makna tersebut tidak dapat diketehui karena
lafadz tersebut tidak dapat dimaknai secara hakiki seperti,
ß`»oH÷q§9$# n?tã ĸöyèø9$# 3uqtGó$# ÇÎÈ
kata استوي tidak
dapat diartikan secara hakiki meskipun kita tahu makna dari استوي itu sendiri,
karena tidak ada yang tahu bagaimana atau seperti apa Allah duduk diatas
singgasananya.
Dari
penjelasan diatas tentang kalimat yang tidak jelas maknanya, dapat kita ketahui
bahwa dalam bahasa arab ada makna yang sulit bahkan tidak diketahui maknanya
sama sekali. Dari kalimat yang tidak jelas ini Syafi’I membaginya menjadi dua
yaitu Mujmal dan Mutasyabih, sedangkan Hanafi menambahkan dua lagi yaitu khafi
dan Musykil.